![]() |
Usman Janatin I www.toparmour.blogspot.com |
Singapura atas penamaan Kapal
Perang TNI Angkatan Laut Republik Indonesia dengan nama dua pahlawan dwikora
Usman-Harun menggelitik saya. Pasalnya, Usman Janatin salah satu Pahlawan Dwikora
itu berasal dari Purbalingga, kota saya. Usman meski tak setenar Jenderal
Soedirman yang juga berasal dari Purbalingga, juga salah satu pahlawan kebanggaan
kota dikaki Gunung Slamet itu. Prajurit marinir itu diabadikan menjadi nama
taman kota di Purbalingga, Usman Janatin City Park.
Apakah Singapura bermaksud memprotes
juga penamaan Taman Kota di Purbalingga? Apakah penamaan taman kota dengan
pahlawan kebanggaan mereka di kota kecil di tengah jawa itu juga melukai
perasaan Singapura?
Bagi Purbalingga dan Indonesia, Usman
adalah pahlawan. Penamaan untuk KRI terbaru TNI Angkatan laut dengan Usman dan
Harun tentu saja hal yang wajar. Kabarnya, salah satu ruas jalan di depan
markas TNI AL juga menggunakan nama Usman-Harun. Di Purbalingga seperti saya
sebutkan diawal nama Usman juga menjadi nama sebuah taman kota.
Namun, tentu tidak dengan Singapura. Menurut Menteri
Luar Negeri Singapura, K. Shanmugam, penamaan ini justru akan melukai perasaan
rakyat Singapura, terutama keluarga korban dalam peristiwa pengeboman. Dikutip
dari Channel News Asia,
setelah pemberitaan media massa Indonesia mengenai penamaan KRI Usman
Harun, Menteri Luar Negeri Singapura, K Shanmugam, menyampaikan keberatannya
kepada Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa.
Apakah protes Singapura berlebihan? Seorang
pahlawan bagi suatu negara kadang memang merupakan tokoh antagonis bagi negara
lain. Kalau saya pribadi berpendapat penamaan TNI AL untuk KRI barunya adalah
sesuatu hal yang wajar. Singapura tidak berhak untuk urus campur. Apalagi kalau
mau dilanjutkan protes penamaan taman kota di Purbalingga juga… hehe.
Sersan Dua
KKO Anumerta
Usman Janatin bin H. Ali Hasan,
pahlawan itu, lahir di Dukuh Tawangsari, Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten
Purbalingga, Jawa Tengah pada 18 Maret
1943. Ia meninggal ditiang
gantungan di Singapura,
17 Oktober
1968 pada umur yang masih
sangat muda, 25 tahun. Usman adalah salah satu dari dua anggota KKO (Korps Komando Operasi),
kini disebut Marinir, yang ditangkap di Singapura
pada saat terjadinya konfrontasi
dengan Malaysia-Singapura.
Bersama dengan seorang anggota KKO
lainnya bernama Harun Thohir, ia didakwa meletakkan bom di wilayah pusat kota
Singapura yang padat pada 10 Maret 1965 yang dikenal dengan peristiwa pengeboman MacDonald House. MacDonald House juga dikenal dengan
gedung Hongkong and
Shanghai Bank yang terletak di Orchard Road,
Singapura.
Bom yang dipasang oleh Usman dan Harun meledak dan menyebabkan tiga orang
meninggal dunia dan sedikitnya 33 orang dicederai.
Pada era Presiden Soekarno sudah
menjadi pengetahuan umum jika hubungan kita dengan negeri jiran itu tak
harmonis. Presiden Soekarno pernah menggaungkan istilah yang beken hingga saat
ini Ganyang Malaysia!. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia tentu saja
menentang keras penyatuan Malaysia Raya, termasuk Singapura yang dicap sebagai boneka
penjajah Inggris dan berpotensi mengancam kedaulatan Indonesia.
Indonesia kemudian mengirimkan pasukan
dan sukarelawan yang bertujuan menyabotase keadaan di Singapura dan Malaysia. Pengeboman
di MacDonald House merupakan pengeboman yang paling serius dari seluruh
pengeboman-pengeboman yang terjadi di Singapura. Adalah Sersan Usman dan Kopral
Harun, dua anggota satuan pasukan baret ungu itu pelakunya.
Setelah menyelesaikan misinya, Usman
dan Harun berusaha keluar Singapura. Mereka berusaha menumpang kapal-kapal
dagang yang hendak meninggalkan Singapura namun tidak berhasil. Pemerintah
Singapura telah mengerahkan seluruh armadanya untuk memblokir Selat Malaka.
Hampir tidak ada kesempatan untuk kabur. Usman dan Harun kemudian mengambil
alih sebuah kapal motor. Malang, di tengah laut kapal ini mogok. Mereka pun
tidak bisa lari dan ditangkap patroli Singapura.
Keduanya dijebloskan ke penjara. Hakim mengganjar mereka dengan hukuman gantung atas kasus pembunuhan, penggunaan bahan peledak dan melakukan tindakan terorisme. Pemerintah Indonesia tidak diam. Bebagai upaya banding dan bermacam bbantuan hukum dan diplomasi dikerahkan. Namun semuanya gagal. Singapura bersikeras menolaknya karena menganggap tindakan Usman dan Harun sebagai terorisme. Mereka juga bertugas tidak resmi yang kemudian dinilai bukan tindakan dalam keadaan perang.
Keduanya dijebloskan ke penjara. Hakim mengganjar mereka dengan hukuman gantung atas kasus pembunuhan, penggunaan bahan peledak dan melakukan tindakan terorisme. Pemerintah Indonesia tidak diam. Bebagai upaya banding dan bermacam bbantuan hukum dan diplomasi dikerahkan. Namun semuanya gagal. Singapura bersikeras menolaknya karena menganggap tindakan Usman dan Harun sebagai terorisme. Mereka juga bertugas tidak resmi yang kemudian dinilai bukan tindakan dalam keadaan perang.
Maka pada suatu pagi, selepas subuh tanggal 17 Oktober 1968, keduanya dikeluarkan dari sel mereka. Setelah diberi kesempatan bersembahyang, dengan tangan terborgol dua prajurit ini dibawa ke tiang gantungan. Tepat pukul 06.00 waktu setempat, keduanya tewas di tiang gantungan.
Setelah tiba di Jakarta, hampir satu juta orang mengiringi jenazah mereka dari Kemayoran, Markas Hankam hingga dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Semuanya menangisi nasib dua prajurit ini dan mengutuk Malaysia. Korps Marinir adalah pihak yang merasa paling kehilangan. "Jika diperintahkan KKO siap merebut Singapura," ujar Komandan KKO saat itu, Mayjen Mukiyat geram di depan jenazah anak buahnya.
Akan tetapi, niat pimpinan mariner itu tak tercapai. Presiden Soeharto yang menggantikan Presiden Soekarno rupanya lebih suka tak meneruskan konflik dengan Malaysia dan Singapura. Namun, Soeharto juga tak tinggal diam begitu saja. Pada saat Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew akan berkunjung ke Indonesia, Soeharto mengajukan syarat. Orang nomor satu Singapura itu harus menaburkan bunga di makam Harun dan Usman. Hal itu disetujui oleh Perdana Menteri Lee. Hubungan Indonesia dan Singapura pun akhirnya membaik.
Penulis @Igoendonesia tulisan ini juga diunggah di Kompasiana ( http://sejarah.kompasiana.com/2014/02/08/kisah-usman-janatin-pahlawan-dwikora-asal-purbalingga-633717.html )
Sumber : wikipedia, www.toparmour.blospot.com dan www.merdeka.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !