(Kabare Bralink/Humas) Anggota Komisi X DPR RI saat menyampaikan sambutan |
PURBALINGGA
– Rendahnya minat baca pada anak-anak dan masyarakat pada umumnya
menjadi permasalahan saat ini. Dalam masyarakat, budaya membaca masih
asing dan belum dianggap sebagai suatu kebutuhan.
(Kabare Bralink/Humas) Asisten Administrasi Sekda Purbalingga saat menyampaikan sambutan |
“Padahal
hanya dengan melalui membaca kita dapat menjelajahi dunia yang tak
terbatas. Dengan membaca juga melihat segala sesuatunya dari sudut
pandang yang berbeda, karena pengetahuan, pengalaman dan pendidikan
kitalah yang menjadi penentu sudut pandang kita,”tutur Asisten
Adsmisnistrasi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Purbalingga
Gunarto saat membacakan sambutan Penjabat Bupati Purbalingga pada
Kegiatan Safari Gerakan Nasional Gemar Membaca Kabupaten Purbalingga
di Pendapa Dipokusumo yang dihadiri Anggota Komisi X DPR RI,
Sekretaris Utama Perustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia,
Kepala Badan Arsip Dan Perpus Provinsi Jawa Tengah, Kepala SKPD,
Camat, UPTD Pendidikan, Kepala Sekolah SLTA, SLTP dan SD se-Kabupaten
Purbalingga di Pendapa Dipokusumo, Senin (7/12).
Gunarto
menambahkan, dengan membaca, pengetahuan dan sudut pandang juga akan
semakin luas. Sedangkan salah satu cara untuk memperkenalkan budaya
membaca kepada masyarakat, adalah melalui perpustakaan. Selain itu,
perpustakaan juga dapat memberi ketersediaan bahan bacaan yang murah,
lengkap dan berkualitas kepada anak-anak serta warga dilingkungan
sekitarnya.
Melihat
fungsinya, sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak salah
jika perpustakaan menjadi salah satu komponen penting dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan. Begitu pentingnya,
peran perpustakaan dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut perlu
memberikan perhatian yang lebih mengenai pembangunan perpustakaan.
“Karena
salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dengan
banyaknya terbitan buku dalam suatu tahun serta jumlah buku yang
dibaca oleh warganya,”ujar Gunarto.
Anggota
Komisi X DPR RI Banteng Pringgondani, menjelaskan, saat ini
permasalahan minat baca masyarakat antara lain, apresiasi terhadap
perpustakaan masih rendah, minat kaum cendikia untuk menulis juga
masih rendah. Ketersediaan buku masih terbatas, apalagi buku yang
berkualitas. Selain itu harga buku mahal dan daya beli masyarakat
rendah. Belum semua jenis buku tersedia untuk semua jenjang
pendidikan.
“Selain
itu, distribusi buku tidak merata ke setiap daerah di pelosok tanah
air, buku-buku dari luar atau terjemahan makin banyak dan belum
melalui suatu mekanisme atau sesuai RUU Sistem Perbukuan Nasional.
Disamping itu, ketersediaan buku-buku untuk sekolah juga masih belum
memenuhi hakekat penanaman nilai-nilai edukasi serta belum adanya
aturan yang mengatur perbukuan secara komprehensif,”terangnya.
Saaat
ini, tambah Banteng, masyarakat yang melek huruf tinggi, namun yang
menjadi ironi, karena disisi lainnya, minat baca masih rendah.
Berdasarakan peringkat yang dirilis oleh Program for International
Student Assesment (PISA), pada tahun 2009, kemampuan membaca
masyarakat Indonesia peringkat 57 dari 65 negara. Sedangkan rilis
data pada 7 Desember 2011 oleh Organisation for Economic Co-operation
and Development (OECD) atau organisasi untuk kerjasama dan
Pembangunan Ekonomi, Indonseia masuk peringkat terbawah dari 17
negara yang skornya dibawah nilai rata-rata OECD.
“Sedangkan
hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat sebanyak 90.27
persen masyarakat Indonseia lebih menyukai menonton televisi
ketimbang membaca,”tuturnya.
Oleh
sebab itu, ujar Banteng, untuk meningkatkan kebutuhan masayarakat
agar hidup lebih cerdas ada beberapa rumusan, yaitu perpustakaan
harus disesuaikan dengan kultur (budaya) masyarakat penggunanya
(pemustaka). Sehingga hal tersebut dapat memberikan nilai tambah bagi
masyarakat. Selain itu, perpustakaan juga harus menjadi tempat
menarik, sehingga tempat tersebut menjadi land-mark yang patut
dibanggakan bagi publik. Perpustakaan juga harus mendukung kurikulum
pendidikan dan menyesuaikan dinamika teknologi yang berkemabng dalam
masyarakat serta penciptaan suasana psikologis yang mendukung/future
library.
“Perlunya
SDM yang produktif, inovatif, kompetitif dan menunjang kinerja
perpustakaan. Selain itu juga anggaran yang berangkat dari analisa
kebutuhan,”ujarnya.
Untuk
pengembangan kemampuan pemustaka sesuai kultur masyarakat, kata
Banteng, perlu pemetaan, identifikasi wilayah serta kajian
perpustakaan berbasis wilayah. Dan untuk pemberdayaan dan kerjasama
masyarakat lokal yang meliputi LSM dan komunitas pencita buku. Selain
itu, perpustakaan harus mempunyai marketing sensitivity untuk
menyesuaikan diri dengan dinamika teknologi yang berkembang di
masyarakat.
(Kabare
Bralink/Humas).
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !