PURBALINGGA
– Animo sejumlah desa untuk dikembangkan sebagai desa wisata sangat
tinggi. Animo tersebut didasari dari potensi sumberdaya alam yang ada
dan dukungan sumberdaya manusia.
Munculnya
animo tersebut terungkap pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) rumpun ekonomi di ruang Operation Room Kompleks Pendapa
Dipokusumo, Rabu (16/3). Musrenbang yang dipandu Kabid Fisik dan
Prasarana Wilayah (Fispra) Bappeda Ir. Silas Rumanti Sabarati,
sebelumnya dipaparkan tentang rencana pembangunan tahun 2017 oleh
Kabid Ekonomi Bappeda Ir. Cipto Utomo, M.Si. Dalam sesi diskusi dan
tanya jawab, hampir sebagian besar peserta utusan dari kecamatan
mengusulkan tentang desa wisata. Selebihnya menanyakan soal
pertanian.
Utusan
peserta dari Desa Grantung, Kecamatan Karangmoncol, Warwanti
mengungkapkan, setelah melihat desa-desa wisata lainnya di
Purbalingga, pihaknya tergerak untuk mengembangkan desa Grantung
sebagai desa wisata. Selain potensi kuliner Kacang Grantung yang
sudah kesohor, di Grantung juga ada potensi sungai Karang yang bisa
digunakan untuk tubing. Kemudian ada sejumlah makam yang bisa
digunakan untuk wisata religi. Keindahan alam di desa Grantung juga
tak kalah menarik dengan desa-desa lainnya.
“Kami
memohon Pemkab Purbalingga melalui Dinbudparpora untuk membimbing dan
membina desa kami agar bisa dijadikan sebagai desa wisata,” kata
Warwanti yang juga ketua Tim Penggerak PKK desa setempat.
Warwanti
mengatakan, kendala yang ada saat ini yakni soal sumberdaya manusia
(SDM) yang belum paham tentang wisata.
“Kami
mohon warga kami untuk dilatih dan dimbing mengembangkan desa
wisata,” pintanya.
Hal
senada juga diungkapkan, Kepala Desa Arenan, Kecamatan Kaligondang.
Esti meyakini desanya juga memiliki potensi yang lebih untuk
dijadikan sebagai desa wisata. Desa Arenan, merupakan desa yang
menjadi salah satu babad cikal bakal Purbalingga. Di Arenan juga
terdapat makam Kyai Adeg, salah satu murid Sunan Ampel yang
dimakamkan dengan cara berdiri sehingga dijuluki Kyai Adeg.
Dari
sisi geografis, Desa Arenan bersebelahan dengan Desa Selakambang yang
memiliki Batu Kambang. Batu Kambang memiliki nilai sejarah karena
termasuk salah satu cagar budaya. Warga setempat lebih suka menyebut
Watu Kambang dan konon disebut-sebut sebagai cikal bakal nama Desa
Selakambang. Dalam bahasa Jawa, watu juga disebut sebagai Selo/Sela.
Batu Kambang memiliki ketinggian antara 5 hingga 9 meter, dan
diameter mencapai 50 meter. Mesti disebut Kambang (mengapung
–Jawa), namun batu ini tidak mengapung di air. Hanya lahan
disekitarnya saja yang dikelilingi aliran Sungai Lebak.
“Lokasi
desa kami juga berseberangan dengan desa Kaliori, Kecamatan
Karanganyar. Kaliori saat ini sudah dikembangkan lebih dulu sebagai
desa wisata. Kami yakin, Arenan bisa dikembangkan sebagai salah satu
desa wisata,” ujar Esti.
Kades
Lamuk, Kecamatan Kejobong, Gana Umar Syarif, juga mengusulkan agar
desanya bisa dikembangkan sebagai desa wisata. Desa Lamuk lebih cocok
dijadikan sebagai desa wisata religi.
“Sejumlah
tempat bersejarah di desa kami sudah banyak dikunjungi untuk
melakuakn ziarah, mungkin pihak dinas bisa mengembangkannya sebagai
wisata religi,” harapnya.
Sedangkan
Imam, utusan dari Kecamatan Karanganyar menyambut baik upaya
Dinbudparpora yang mendukung pengembangan desa Kaliori sebagai desa
wisata. Imam mengusulkan, wisata di Kaliori bisa dirangkaikan juga
dengan wisata situs bersejarah di Desa Ponjen, dan wisata tanaman
orgnaik di Desa Banjarkerta.
“Di
Desa Banjarkerta ada sekitar 2 hektar areal pertanian yang
dikembangkan secara organik, hal ini tentu bisa mendukung daya tarik
wisatawan yang datang ke Kaliori. Desa Banjarkerta ibaratnya
kelewatan jika hendak menuju Desa Kaliori,” katanya.
Keudian,
Romikhun, utusan dari Kecamatan Rembang juga mengapresiasi
pengembangan desa-desa wisata di wilayahnya yang dibina langsung oleh
Dinbudparpora. Desa-desa tersebut seperti Panusupan, Tanalum dan
bantarbarang. Romikhun berharap Dinas terus mengkawal pengembangan
desa wisata di Rembang dan terus menerus meningkatkan sumberdaya
manusia pengelolanya.
Kepala
Bidang Pariwisata Ir. Prayitno, M.Si, mengatakan, pengembangan
desa-desa wisata pada dasarnya untuk menggerakan perekonomian
masyarakat di desa. Dengan perekonomian yang bergerak, maka
kesejahteraan masyarakat akan mudah dicapai.
“Masyarakat
yang semakin sejahtera tentunya akan mengurangi angka kemiskinan dan
pengangguran di desa. Intinya, desa wisata merupakan salah satu upaya
mengurangi kemiskinan dan pengangguran yang masih menjadi persoalan
utama pembangunan di Purbalingga,” kata Prayitno.
Desa-desa
yang akan mengembangkan sebagai desa wisata akan disurvei dan
dilakukan kajian apakah memiliki keunikan yang bisa dijual kepada
wisatawan.
“Kecenderungan
pasar wisatawan saat ini adalah ingin melihat sesuatu yang unik dan
tidak ada di tempat lain. Pengembangan wisata juga perlu ide Gila,
artinya Gali ide langsung action. Begitu ada ide, langsung
direalisasi dan dipromosikan secara besar-besaran. Mengembangkan desa
wisata, tidak harus membangun secara fisik. Keunikan di desa itulah
sudah menjadi daya tarik bagi wisatawan,” ujarnya.
Kepala
Bidang Ekonomi Bappeda mengatakan, Bappeda akan terus mendukung
pengembangan desa-desa wisata. Dukungan tersebut berupa pembangunan
infrastruktur menuju lokasi desa wisata, pengembangan SDM dan
menyiapkan pendanaan untuk desa wisata.
“Jika
pengembangan desa wisata itu dirasa bermanfaat oleh masyarakat, maka
Bappeda akan terus mendukungnya,” ujar Cipto Utomo.
(Kabare
Bralink/Wisata)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !