PURBALINGGA
– Pemerintah Kabupaten Purbalingga menggagas desa wisata
tematik khusus bahasa Inggris. Desa ini nantinya akan menjadi semacam
desa bahasa seperti di Kabupaten Magelang atau di Pare Kediri, Jawa
Timur. Untuk penjajakan awal, Pemkab telah mengirim tim guna
mempelajari operasional sebuah desa bahasa di Desa Bahasa
Ngargogondo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, akhir pekan
lalu.
Wakil
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, SE, B.Econ mengungkapkan,
pembentukan desa bahasa nantinya akan semakin memperkaya desa wisata
atau desa tematik yang saat ini digencarkan di Purbalingga.
“Saat
ini sudah ada 15 desa wisata yang menjual potensi alam, budaya, dan
religi. Kami ingin melengkapi dengan desa wisata tematik khususnya
tentang bahasa,” ujar wabup Dyah Hayuning Pratiwi yang mempelajari
langsung pengelola desa bahasa di Borobudur tersebut.
Menurut
Wabup, dengan memperhatikan letak geografis desa wisata Borobudur,
memang tidak bisa disamakan dengan wilayah Purbalingga. Desa wisata
Borobudur ibaratnya bisa terjual dengan memanfaatkan kunjungan
wisatawan ke candi Borobudur. Namun jika melihat operasional dan
fasilitas yang ditawarkan oleh desa wisata Borobudur, sangat mungkin
diterapkan di wilayah Purbalingga.
“Potensi
wisata Purbalingga sudah diperhitungan oleh masyarakat di Jawa
Tengah. Dengan jumlah kunjungan wisatawan terbesar keempat di Jateng,
maka sangat besar membuat sebuah desa bahasa. Sementara, sejumlah
desa-desa wisata sudah mampu menyediakan homestay, fasilitas sebuah
desa wisata, daya tarik di desa wisata, dan dukungan masyarakatnya,”
kata Wabup.
Wabup
menggambarkan, di desa bahasa Borobudur, pengelola yang dimotori oleh
Hani Sutrisno, mantan pedagang asongan di Candi Borobudur,
menyediakan sendiri homestay kapasitas 20 orang, dan sarana
pendukungnya seperti ruang belajar, kantor, balai pertemuan, panggung
pementasan, serta SDM pengajarnya. Sementara, jika pengunjung
melebihi kapasitas, maka baru menggunakan rumah-rumah warga sekitar.
“Sarana
belajar dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, bisa berinteraksi
dengan petani, penduduk atau bahkan dengan ternak. Sementara untuk
sarana wisata sebagai daya tarik pembelajarannya menggunakan candi
borobudur yang berjarak sekitar 4 kilometer dari desa bahasa, atau
rafting di Sungai Elo yang berjarak sekitar 8 kilometer,” kata
Wabup Dyah.
Kunci
keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris, lanjut Wabup Dyah, pada
metode pengajaran, promosi dan membangun jejaring yang kuat dengan
berbagai pihak. Jejaring yang dibangun lebih berfokus pada upaya
promosi, sementara pengelola desa bahasa lebih cenderung bersikap
mandiri dan tidak tergantung pada bantuan pihak lain termasuk Pemkab
setempat.
Wabub
Dyah menambahkan, jika diaplikasikan di Purbalingga, langkah awal
yang akan diambil yakni dengan menyiapkan sumberdaya manusia calon
pengelolaanya. “Kami tengah mempelajari tawaran proposal kerjasama
yang diajukan oleh pengelola desa bahasa Borobudur. Bisa saja, kami
mengirimkan calon tenaga pengajar untuk belajar sistem dan metode
pembelajarannya, dan kemudian diterapkan di Purbalingga. Untuk lokasi
di Purbalingga, bisa memanfaatkan desa wisata yang sudah tertata
manajemennya, atau membuat desa wisata baru yang potensial dan
memiliki sumberdaya yang siap diajak maju,” kata Wabup.
Sementara
itu, Kepala Bidang Pariwisata pada Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda
dan Olah Raga (Dinbudparpora) Purbalingga, Ir Prayitno, M.Si yang
mendampingi kunjungan wabup mengungkapkan, Purbalingga sebenarnya
pernah menggagas kampung Inggris di Desa wisata Limbasari, Kecamatan
Bobotsari. Hanya saja, pengelolaan kampung Inggris Limbasari
tergantung pada seseorang. Ketika pengelola tersebut pergi ke luar
kota atau sakit, maka operasionalnya tersendat.
“Belajar
dari pengalaman, maka kami lebih cenderung menyiapkan sumberdaya
manusia pengajarnya. Tidak hanya satu orang, tetapi minimal empat
atau lima orang. Jadi tidak akan ada ketergantungan, jika salah satu
berhalangan atau sakit. Untuk lokasi sebagai desa bahasa, bisa
memanfaatkan desa wisata yang sudah ada seperti Desa Panusupan,
Kecamatan Rembang. Di desa itu, sudah tersedia homestay yang dikelola
baik, ada enam destinasi wisata yang bisa mendukung pembelajaran.
Atau bisa juga menunjuk desa lain yang memiliki potensi sumberdaya
manusia yang mumpuni, bersemangat keras untuk maju dan siap memajukan
desanya,” kata Prayitno.
(Kabare Bralink/wisata)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !