PURBALINGGA
– Tembang Jawa Dhandang Gulo berkumandang di Dukuh Kaliurip Gunung,
Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, Kamis (13/10) pagi.
Tembang itu mengawali prosesi pengambilan air di sumber mata air
Sikopyah pada rangkaian Festival Gunung Slamet (FGS) ke-II. Makna
dari tembang itu menggambarkan kehidupan warga yang hidup rukun,
tenteram dan damai. Kehidupan warga tidak terlepas dari air kehidupan
yang berasal dari mata air di bawah kaki Gunung Slamet itu.
‘Kawitane
Dusung Serang Iki
Mapan
Aning tlatah Karangreja
Sengkup
Poro warga kabeh
Sedoyo
sami rukun
Nuju
Purbalingga kang aji
Ugo
podho raharjo
Tentrem
lan minulyo
Katon
podo samapto
Nglestari
tuk suci Sikopyah iki
Mugo
bagyo lan mulyo
Sebelum
prosesi pengambilan air Si Kopyah, ribuan warga berkumpul di sekitar
Mesjid di dukuh itu. Para pembawa lodhong (tempat air dari bambu)
yang terdiri dari para ibu-ibu, remaja putri dan para pemuda telah
bersiap. Setalah didoakan oleh sesepuh desa setempat, para pembawa
lodhing yang berjumlah 777 orang menuju mata air Sikopyah yang
berjarak sekitar 1,2 kilometer dari dukuh itu. Dengan melewati jalan
setapak di areal tanaman sayuran, mereka tampak bersemangat. Saking
banyaknya pembawa lodhong, prosesi pengambilan air itu memakan waktu
sekitar 1,5 jam.
Setelah
air diambil, mereka kembali turun menuju mesjid selanjutnya menuju
balai desa. Air dalam lodhong itu disemayamkan hingga Sabtu (15/10)
besok untuk dibawa ke kawasan wisata Lembah Asri yang juga berada di
desa tersebut. Jarak dari titik pemberangkatan menuju balai desa
lumayan jauh, mencapai 3 kilometer. Para pembawa lodhong tanpa
menggunakan alas kaki, tetap bersemangat dan tak ada satupun yang
pingsan.
“Saya
sungguh senang bisa terlibat langsung dalam kegiatan Festival Gunung
Slamet. Meski harus berjalan cukup jauh, tapi tidak ada rasa capek
sekalipun,” ungkap Narti (19), warga setempat.
Iringan
pembawa lodhong diikuti ribuan warga lainnya yang membawa nasi
penggel. Nasi jagung itu disebutnya sebagai nasi trigi, karena berisi
tiga jenis lauk dan sayur yakni sayur oseng pepaya, tempe goreng, dan
ikan asin. Setelah berkumpul di balai desa, warga pembawa lodhong dan
pembawa nasi Penggel menikmati makan bersama. Para wisatawan yang
berkunjungpun ikut berbaur menikmati nasi penggel tersebut.
Prosesi
pengambilan air dengan 777 lodhong bambu dicatat oleh Museum Rekor
Indonesia (MURI). Penghargaan MURI diterima oleh Bupati Purbalingga
Tasdi yang didampingi wakil Bupati Dyah Hayuning Pratiwi, dan kepada
Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga
(Dinbudparpora) Purbalingga Subeno, selaku penyelenggara pengambilan
air tersebut.
“Kearifan
lokal warga masyarakat yang selalu menjaga sumber mata air kehidupan
dan melestarikan lingkungannya, kami kemas dalam sebuah prosesi yang
menarik dalam rangkaian Festival Gunung Slamet,” kata Kepala Dinas
Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Dinbudparpora)
Purbalingga Drs Subeno, SE, M.Si.
Menurut
Subeno, FGS yang digelar untuk kali kedua ini, selain melestarikan
tradisi warga dalam ruwatan agung, juga untuk mengangkat citra
pariwisata Purbalingga khususnya di Desa Wisata Serang.
“Setelah
FGS I digelar tahun lalu, kunjungan wisatawan ke desa Serang naik
hingga 400 persen. Ini tentunya memberikan dampak ekonomi warga
masyarakat dan tentunya mengangkat citra Purbalingga sebagai kota
wisata,” katanya.
Bupati
Purbalingga Tasdi dalam kesempatan tersebut mengapreasi kegiatan
Festival Gunung Slamet ke-II ini. Selain untuk melestarikan tradisi
masyarakat, FGS juga membangkitkan semangat warga untuk menjaga
kelestarian lingkungan dan mendukung perkembangan sektor pariwisata.
Tasdi berjanji akan terus menggerakan pembangunan Purbalingga
termasuk dalam hal budaya dan wisata.
“Saya
berharap FGS tahun depan semakin meriah, dan saya akan membantu
seragam bagi warga yang terlibat. Paling tidak baju dan kain jaritnya
seragam, akan saya siapkan 1.000 stel,” janji Tasdi.
Rangkaian
FGS II dimulai pada Kamis (13/10) dengan ritual pengambilan air Tuk
Sikoptah, ritual Nyidhuk banyu, estafet ngisi banyu,
epersemayaman air Si Kopyah, dan pada malam harinya pagelaran wayang
kulit. Kemudian pada Jumat (14/10) ini digelar perang buah tomat dan
stroberi di rest area Lembah Asri Serang mulai pukul 08.00, kemudian
parade band dan lomba lukis di alun-alun Purbalingga, serta pada
Jumat sore parade seni sembilan kabupaten se-Barlingmascakeb
Pekalongan.
Selanjutnya,
pada Sabtu (15/10) mulai pukul 10.00 kegiatan dipusatkan di rest area
Serang Karangreja berupa kirab air Si Kopyah dan hasil bumi, ruwatan
agung, rebutan tumpeng dan hasil bumi. Pada Sabtu malamnya digelar
Jazz diatas Gunung dengan bintang tamu Isyana Saraswati.
(Kabare
Bralink/Wisata)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !