PURBALINGGA
– Para Kepala Desa dan jajaran apparat desa dan kelurahan di
kabupaten Purbalingga diingatkan untuk tidak melakukan praktek
pungutan liar (Pungli) terhadap berbagai pelayanan publik yang
dilakukan. Hal itu disampaikan Bupati Purbalingga melalui Asisten
Pemerintahan R Imam Wahyudi saat membuka Sosialisasi Desa/Kelurahan
Sadar Hukum, Rabu (23/11).
Menyitir
pernyataan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo beberapa waktu lalu,
Imam Wahyudi mengingatkan para kepala desa untuk tidak lagi
menyediakan kotak sumbangan seiklasnya ditempat pelayanan di
desa/kelurahan.
“Kotak
sumbangan seiklasnya juga termasuk pungli. Sehingga saya minta tidak
ada lagi pada tradisi pelayanan di desa,” kata Imam Wahyudi di
Operation Room Graha Adiguna komplek Pendapa Dipokusumo.
Menurut
Imam Wahyudi, turunnya Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 5 Tahun 2016 tentang
Pemberantasan Praktek Pungutan Liar Dalam Pelaksanaan Tugas dan
Fungsi Instansi Pemerintah, tradisi pungutan seiklasnya di desa
termasuk dalam 58 item jenis pungli yang harus diberantas. Sehingga
Imam Wahyudi meminta para kepala desa dan perangkatnya harus
berhati-hati jangan sampai praktek pungutan yang tidak ada ketetapan
aturanya menjadi temuan Tim Saber Pungli.
“Termasuk
yang terkait dengan pologoro di desa seharusnya sudah tidak ada
seiring adanya kebijakan bagi hasil pajak dan retribusidaerah. Bagi
desa yang masih menerapkan perdes pologoro harus segera dicabut,”
jelasnya.
Di
kabupaten Purbalingga sendiri, lanjut Imam Wahyudi tengah dilakukan
proses pembentukan Unit Saber Pungli yang tidak lama lagi akan segera
beroperasi.
Bupati
sangat mendukung adanya sosialisasi desa/kelurahan sadar hukum karena
akan memberikan pemahaman hukum kepada kelapa desa/kelurahan,
perangkat desa/kelurahan dan masyarakat. Adanya sosialisasi
desa/kelurahan sadar hukum diharapkan para kepala desa dan perangkat
desa meningkat pengetahuan dan pemahamanya terhadap berbagai
permasalahan hukum.
Selain
itu meningkat pemahamannya dalam mengelola permasalahan hukum, dan
meningkatkan kehati-hatian pengelolaan pemerintahan dan pembangunan
sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku.
Narasumber
dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah
Setyawati menyatakan kebanggaanya kepada Purbalingga karena pada 2015
lalu, Purbalingga menjadi yang terbanyak dalam peresmian
desa/kelurahan sadar hukum di Jawa Tengah.
“Meski
hanya 15 desa tetapi seluruh persyaratanya terpenuhi,” katanya.
Dikatakan
Setyawati, suatu desa atau kelurahan binaan dapat ditetapkan menjadi
desa/kelurahan sadar hukum apabila memenuhi sejumlah kriteria.
Diantaranya, pelunasan kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan
(PBB) mencapai 90 persen ataulebih. Tidak terdapat perkawinan dibawah
usia sesuai UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, angka
kriminalitas rendah, kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan
kelestarian lingkungan tinggi serta kriteria lain yang ditetapkan
daerah.
“Semua
kriteria harus didukung bukti tertulis dari instansi yang berkaitan.
Dan Purbalingga semua terpenuhi,” jelasnya.
Pada
kesempatan tersebut diserahkan prasasti peresmian Desa/Kelurahan
Sadar Hukum dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly kepada 15 desa
yang tersebar di 15 wilayah kecamatan. 15 Desa Sadar Hukum yang
diresmikan Desember 2015 lalu, meliputi Desa Siwarak Kecamatan
Karangreja, Toyareja (Purbalingga), Penaruban (Bukateja), Lamuk
(Kejobong), Kalijaran (Karanganyar), Sumampir (Rembang), Larangan
(Pengadegan), Metenggeng (Bojongsari), dan Adiarsa (Kertanegara).
Desa
lainnya, Limbasari (Bobotsari), Sanguwatang (Karangjambu), Pengalusan
(Mrebet), Majatengah (Kemangkon), Manduraga (Kalimanah), dan
SemporLor (Kaligondang).
(Kabare
Bralink/Humas)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !