PURBALINGGA
– Produk minyak nilam yang diproduksi para perajin dari Purbalingga
mampu menembus Taiwan dan Perancis. Minyak nilai ini rata-rata masih
diproduksi oleh industri rakyat dalam skala kecil. Selain pasokan ke
luar negeri, secara rutin produk minyak nilam Purbalingga dijual ke
Jakarta dan Bali.
Wakil
Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi, SE, B.Econ mengungkapkan,
prospek industri minyak nilam ternyata sangat menjanjikan. Hanya
saja, para petani belum banyak yang melirik untuk membudidayakan
tanaman nilam. Padahal, tanaman nilam bisa ditanam di sela-sela
tanaman pokok seperti Alba atau tanaman keras lainnya.
“Setelah
kami mengunjungi pabrik pengolahan minyak skala kecil di Desa
Karangreja, Kecamatan Kutasari, dan berdiskusi dengan perajin minyak
nilam, ternyata hasilnya menjanjikan. Bahkan, para penyuling minyak
nilam mengaku kekurangan pasokan bahan baku berupa nilam yang telah
dipanen,” kata Wabup Tiwi, Kamis (9/2).
Wabup
mengungkapkan hal tersebut disela-sela meninjau pabrik pengolahan
minyak nilam milik Nuryanto di Desa Karangreja, Kecamatan Kutasari.
Wabup didampingi Asisten Pembangunan Ir Sigit Subroto, MT, Kepala
Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UKM) Drs Imam Sudjono,
Kepala Dinas Pertanian Ir Lily Purwati, Camat Kutasari Raditya
Widiyaka, dan Kabid Humas & Komunikasi Informasi Publik Dinas
Kominfo, Ir Prayitno, M.Si.
Untuk
memenuhi pasokan minyak nilam di sejumlah industri di Jakarta dan
permintaan luar negeri, perlu perluasan tanaman nilam, dan juga dari
sisi pasca panen perlu pembinaan pengolahan minyak nilam bagi para
perajin. Perajin minyak nilam rata-rata masih dikelola oleh
masyarakat, dan hasilnya dipasok ke Jakarta dan beberapa diantaranya
ada pembeli yang datang langsung dan selanjutnya dikirim ke Taiwan
dan Perancis.
“Dalam
hal budidaya tanaman nilam, seperti perlu sosialisasi lebih intensif
ke masyarakat, sementara dari sisi pengolahan minyak nilam, perlu
pengemasan yang menarik. Bukan dijual dalam wadah jerigen besar,”
kata Wabup Tiwi.
Sementara
itu Kepala Dinas Pertanian Ir Lily Purwanti mengungkapkan, luas areal
tanaman nilam mengalami penurunan. Semula luasan budidaya tanaman
nilam mencapai 700 hektar, namun saat ini berdasar data yang masuk,
luasannya mencapai 234 hektar. Dari luasan budidaya ini, mampu
menghasilkan produksi nilam sebanyak 827,9 ton atau dengan
produktivitas nilam per hektarnya 3,7 ton. Hasil jual tanaman nilai
kering sebesar Rp 7500 per kilogram, sehingga setiap hektar budidaya
tanaman nilam mampu menghasilkan Rp 27 juta.
“Budidaya
tanaman nilam sejatinya masih menjanjikan, dan budidayanya bisa
sebagai tanaman tumpangsari. Sayangnya, para petani masih banyak yang
tidak tertarik,” kata Lily Purwanti.
Lili
menambahkan, tanaman nilam masih banyak dibudidayakan di wilayah
Kecamatan Karangjambu, Karangreja dan Kecamatan Kutasari, serta
sebagian lain di wilayah Kecamatan Rembang. Untuk tanaman nilam di
Desa Cendana, Kecamatan Kutasari paling dikenal dengan angka rendemen
yang bagus. “Sebagian besar petani mulai meninggalkan nilam karena
kebanyakan tanaman itu mengalami serangan penyakit busuk pangkal
batang.
Nuryanto
(42), salah satu perajin minyak nilam di Desa Karangreja, Kecamatan
Kutasari mengungkapkan, dalam setiap hari dirinya mampu mengolah
nilam kering antara 400 hingga 800 kilogram. Setiap 100 kilogram
nilam kering yang diolah mampu menghasilkan rata-rata 2 kilogram
minyak. Produksi minyak ini tergangtung dari rendemen nilam kering.
Produksi minyak nilam ini digunakan sebagai pengikat pembuatan
parfum.
“Minyak
nilam yang kami produksi jenisnya terbagi dalam tiga jenis,
masing-masing PTO (Patcholic), Black Piper dan Raja Guya. Harga untuk
produk jenis minyak itu berkisar antara Rp 450 ribu hingga Rp 1 juta
per kilogramnya,” kata Nuryanto.
Nur
menambahkan, kendala yang dihadapi dalam memproduksi adalah pasokan
nilam kering dari para petani. Pasokan terkadang tersendat karena
terbentur musim hujan sehingga tidak bisa mengeringkan nilam dengan
kadar rendemen tinggi. Selain itu, luasan tanaman yang semakin
berkurang menyebabkan produksi nilam menjadi menurun. “Hasil minyak
nilam berapapun mampu kami pasarkan, sayangnya produksi kami
terkendala pasokan bahan baku berupa nilam kering,” tambah
Nuryanto.
(Kabare
Bralink/Dinkominfo)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !