![]() |
Salah Satu Macan (FB Arum Fitria) |
Selasa pagi, alun-alun
Purbalingga jauh lebih ramai dan ceria dari biasanya. Ribuan perempuan dari
berbagai kalangan memenuhi pusat Kota Knalpot itu. Di depan mereka ada polybag
yang sudah berisi media tanam berupa campuran tanah, pupuk kandang dan sekam
berdiameter sekitar 20 cm. Di sampingnya, sudah ada bibit cabai setinggi 10 cm yang
tumbuh dalam polybag mini.
Setelah di komando, mereka
melakukan aktivitas serupa, yaitu, mencungkil tanah dengan potongan bambu untuk
membuat lubang tanam, menyobek plastik bibit dan menanam pohon cabai rawit ke
dalam polybag, lalu memadatkanya. Suasana alun-alun pun penuh dengan celotehan
khas ibu-ibu. Itulah suasana dalam kegiatan menanam cabai rawit serempak oleh
ibu rumah tangga yang diselenggarakan Dinas Pertanian dan Tim Penggerak PKK
kabupaten Purbalingga.
Acara di alun-alun diikuti oleh
tidak kurang dari 1250 orang ibu rumah tangga, mereka menanam 4 batang cabai rawit,
sehingga total yang ditanam sejumlah 5000 batang. Selain di alun-alun, halaman
17 kecamatan se Purbalingga juga melaksanakan hal serupa secara serentak dengan
melibatkan peserta 250 orang ibu rumah tangga sehingga yang ditanam 1000 batang
pohon per kecamatan. Total, ada 5500 ibu-ibu menanam 22.000 batang pohon cabe
rawit alias cengis di Purbalingga
hari itu.
Oleh karena pesertanya
semuanya perempuan dan sebagian besar ibu rumah tangga, acara tersebut diberi jargon
Macan Manis alias Mama Cantik Menanam Cengis. Tak sia-sia, aksi para ‘macan’ itu
diganjar dengan penghargaan dari Musium Rekor Indonesia (MURI) sebagai kegiatan
menanam cabe rawit oleh ibu rumah tangga terbanyak.
![]() |
Aksi para 'Macan' Menanam Cengis |
Mengapa ibu-ibu alias para ‘macan’
yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut? Alasan utamanya adalah ibu rumah
tangga merupakan pengguna utama cabai. Seperti diketahui, ketika cabai
khususnya cabai rawit (cengis) atau yang seringkali disebut juga cabai setan
harganya melonjak tinggi para’macan’ inilah yang pertama kali menjerit.
Kemudian, cabai juga sudah
lama menjadi salah satu komoditas penting yang bisa mempengaruhi inflasi. Naik
turunnya komoditas pertanian penerbit air liur itu, ikut mempengaruhi
fluktusasi perekonomian negeri ini. Tak heran jika pemerintah, baik pusat
maupun daerah sangat perhatian terhadap ‘Si Pedas’.
Upaya untuk menstabilkan
harga cabai tidak hanya perbaikan sektor budidaya juga tata niaga percabaian,
perlu terobosan khusus, salah satunya dengan melibatkan para ibu rumah tangga.
Inilah yang kemudian menjadi ide awal adanya Gerakan Macan Manis. Perempuan
dilibatkan penuh sebagai solusi bersama mengatasi persoalan percabaian negeri
ini.
Jika empat batang itu
dirawat dengan baik, 2 bulan kedepan kebutuhan sambal rumah tangga bisa
tercukupi dengan baik. Cabai rawit dikenal bandel, murah perawatan dan memiliki
masa berbuah yang ukup lama. Hal ini tampak sederhana tapi memiliki manfaat
yang besar jika dijalankan dengan baik. Para ‘macan’ itu tak perlu ‘mengaum’
saat harga cabai rawit melambung. Harapannya, cabai rawit itu juga hanyalah
stimulus untuk para ibu mulai asyik dan gandrung bercocok tanam.
Jadi, kegiatan tersebut juga
memiliki misi lebih besar, yaitu, pemberdayaan perempuan sekaligus pemanfaatan
pekarangan yang sudah mulai ditinggalkan keluarga di Indonesia. Padahal,
pekarangan sudah sejak dulu bisa dijadikan sebagai warung hidup atau apotik
hidup yang bisa memenuh kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Istilahnya mau
sayuran tinggal petik, mau obat-obatan tradisional tinggal ambil di pekarangan
kita. Inilah yang mau dihidupkan kembali.
Untuk masyarakat urban di
perkotaan, juga bisa memanfaatkan polybag atau bekas ember dan perkakas untuk
bercocok tanam. Saat ini ada berbagai macam teknik urban farming yang bisa
diterapkan untuk memanfaatkan pekarangan kita.
Baiklah, kalau ibu-ibu alias
para ‘macan’ sudah berperan aktif dan turun tangan sepertinya semua persoalan
tak ada yang susah untuk diselesaikan. Semoga demikian.
Gunanto ES
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !