PURBALINGGA – Petani
padi di wilayah Desa Karangtengah, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga,
menerapkan kaji teknologi ‘Salibu Jarwo Super’. Penanaman padi
dengan teknik budidaya Salibu Jarwo Super merupakan terobosan
teknologi yang dapat meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) lahan
marjinal tadah hujan. Teknologi yang dikembangkan KP4S (Kerjasama
Penelitian, Pengkajiian, dan Pengembangan Pertanian Strategis) Unsoed
dengan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor ini
mampu dilakukan pada kondisi sawah terbatas air, mampu menghemat
waktu, biaya dan tenaga kerja.
"Teknik budidaya Salibu
sudah banyak dilakukan, namun kalau Salibu Jarwo Super di Indonesia,
baru dikembangkan di Desa Karangtengah, Kemangkon. Salibu dikombinasi
dengan Jarwo Super," kata Ketua KP4S, Prof.Ir.Totok Agung Dwi
Haryanto,M.P.,Ph.D, disela-sela panen padi Jarwo Super Inpago Unsoed
1 dan Pencanangan Salibu Jarwo Super di Desa Karangtengah, Kemangkon,
Jumat (8/9).
Totol Agung mengatakan,
teknologi Salibu Jarwo Super merupakan penyempurnaan teknologi Salibu
yang telah dikembangkan oleh Balitbangtan. Teknologi ini dilakukan
dengan memadukan konsep Jarwo Super dengan Salibu, yaitu produksi
padi yang dilakukan dengan menumbuhkan kembali tunas rumpun padi yang
sebelumnya dibudidayakan model Jarwo Super secara intensif dengan
melibatkan pupuk hayati, biodekomposer, pengendaliah hama-penyakit
terpadu, serta mekanisasi.
Komponen teknologi utama yang
dihadirkan dalam kaji terap teknologi ini antara lain penggunaan
varietas unggul padi yang toleran kekeringan, berdaya hasil tinggi,
memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta responsif
terhadap teknik budi daya salibu, dan pupuk organik.
"Para pegiat Salibu di
Sumatra Barat, bisa tujuh kali panen dalam dua tahun untuk satu kali
tanam Salibu. Menurut kami, tidak usah tujuh kali panen, dua kali
panen sudah cukup, nanti diseling tanaman lain seperti kacang hijau
atau kedelai. Selain bisa meningkatkan produktivitas, menanam tanaman
lain seperti kedelai setelah memanen padi dapat menyehatkan atau
menjaga kesuburan tanah,” kata Totok Agung yang juga Direktur
Program Pascasarjana Unsoed.
Kepala Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (Balittro) Bogor, Dr.Ir.Wiratno,M.Env.Mgt yang hadir
dalam kesempatan itu mengatakan, khusus untuk teknologi Jarwo (Jajar
Legowo) super berbeda dengan metode tanam padi yang biasa dilakukan
petani.
"Jarwo super tidak seperti
tanam padi biasa, tetapi ada beberapa `input` teknologi," kata
Wiratno.
Wiratno mengatakan teknologi
yang diterapkan adalah pemanfaatan dekomposer pada tahap penyiapan
lahan, penggunaan pupuk hayati, dan penggunaan pestisida alami.
Penelitian terkait dengan pestisida alami sudah dilakukan sejak tahun
2009.
"Saat ini sudah generasi
ketiga dan telah diujicobakan di sejumlah daerah," kata Wiratno.
Berdasarkan data dari Tim
Peneliti KP4S Salibu Jarwo Super, beberapa varietas padi yang
potensial untuk dibudidayakan secara salibu di antaranya Inpago
Unsoed 1 yang telah terbukti mampu berproduksi lebih tinggi
dibandingkan dengan padi Mekongga yang ditanam secara tanam pindah
pada pertanian terpadu di Desa Gandrungmanis, Kecamatan
Gandrungmangu, Kabupaten Cilacap.
Varietas padi Inpago Unsoed 1
yang dirakit oleh Prof. Dr. Ir. Suwarto, M.S dan Prof. Ir. Totok
Agung Dwi Haryanto, M.P., Ph.D. itu memiliki ketahanan terhadap
kekeringan, daya hasil yang tinggi di lahan kering maupun di lahan
sawah, tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 1 dan blas leher
batang ras 133, responsif organik, serta memiliki daya regenerasi
lebih dari 95 persen, sehinggga potensi hasil jika dibudidayakan
secara salibu dapat mendekati hasilnya pada saat dibudidayakan secara
tanam pindah.
Ketua Gapoktan Sri Waluyo Tani,
Desa Karangtengah, Mashuri mengungkapkan, hasil panen padi Inpago
Unsoed 1 dengan metode Jarwo Super secara ubinan mencapai sekitar 7
ton per hektare akibat terserang hama wereng, sedangkan pada panen
sebelumnya mencapai 9,4 ton per hektare pada tanaman yang menggunakan
bioprotektor dan 7,896 ton per hektare tanpa bioprotektor.
“Produksi padi yang kami
tanam menurun akibat serangan wereng. Meski serangan hama wereng
tersebut bisa diatasi, namun hasil panennya menurun. Jika sebelumnya
bisa 11-12 kuintal per 100 ubin, namun sekarang 8-9 kuintal per 100
ubin," kata Mashuri.
(Kabare Bralink/Hms)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !